Kita berkelakar dalam kelebat bayang yang tak tampak,
lalu terkecoh pada duka lara dan amarah yang rumit
Sedang pikiran menghantui ruh-ruh dari bumi yang mati
Kita buka lembaran-lembaran kertas tahun lalu
Segala paradigma melelehkan helai-helai makna
Melupa mata air kearifan dan hakikat rasa
Kemana perginya angin ?
Lalu di tepi rasamu yang sunyi
Kita eja bait-bait puisi yang memanusiakan manusia
merenungi baris-baris doa dengan energi tanpa batas
dan memimpikan oase di tengah panas membakar
Ketidakseimbangan itu berakhir bumerang
Karena jiwa-jiwa di rundung cemas yang usang
Atas cinta-cinta yang akan pergi menghilang
Bukankah kita bagian dari tanah gersang ?
Tetapi sesaat kemudian memusuhi maut yang siap menghadang
lalu terkecoh pada duka lara dan amarah yang rumit
Sedang pikiran menghantui ruh-ruh dari bumi yang mati
Kita buka lembaran-lembaran kertas tahun lalu
Segala paradigma melelehkan helai-helai makna
Melupa mata air kearifan dan hakikat rasa
Kemana perginya angin ?
Lalu di tepi rasamu yang sunyi
Kita eja bait-bait puisi yang memanusiakan manusia
merenungi baris-baris doa dengan energi tanpa batas
dan memimpikan oase di tengah panas membakar
Ketidakseimbangan itu berakhir bumerang
Karena jiwa-jiwa di rundung cemas yang usang
Atas cinta-cinta yang akan pergi menghilang
Bukankah kita bagian dari tanah gersang ?
Tetapi sesaat kemudian memusuhi maut yang siap menghadang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar